Headlines News :
'
Home » » ‘Ied Hari kemenangan ?

‘Ied Hari kemenangan ?

Written By Al-ghuraba on Senin, 13 September 2010 | Senin, September 13, 2010

Setelah bulan Romadhon berlalu dengan shiyam sebagai ibadah utama yang diwajibkan didalamnya dan segala keutamaan ibadah yang lain yang menyertainya, kini hari rayapun tiba, Iedul fithri. Hari dimana setiap muslim kembali kepada fithrah yang bersih. Namun seiring dengan itu sebagian besar kaum muslimin memahami salah pengertian fithrah ini, sehingga banyak diantara mereka yang merasa cukup dengan puasa bulan romadhon untuk menghapuskan dosa-dosa besar yang dilakukannya. Ia merasa ketika hari raya yang "fithri" menjadi momen yang disyukuri karena dosa-dosa mereka,dan seakan sudah diampuninya dosa seperti mencuri, meninggalkan sholat fardlu, membunuh, berzina, memakan harta anak yatim,mengumbar aurat, memakan harta riba ….. diapun tidak menyesal dengan sholat yang telah ditinggalkannya, atau perbuatan zinanya yang dianggap remeh, atau meminum miras yang tidak disesali, atau setelah lebaran kembali kepada kebiasaan mengumbar auratnya…. Padahal tidaklah demikian, sebab ibadah puasa Romadhon yang berfungsi sebagai penghapus dosa sebagaimana diterangkan dalam hadits, adalah dengan syarat, yaitu: dia meninggalkan dosa-dosa besar. Artinya dosa-dosa besar yang dilakukan oleh seseorang tidaklah cukup dengan ibadah sholat rowatib 5 waktu, puasa Romadhon dan jum'at, sebab sejatinya dosa-dosa besar harus diiringi dengan Taubat secara khusus dari dosa yang dilakukannya, yaitu dengan Taubat Nasuha. Kecuali jika memang saat-saat Romadhon itulah Taubat Nasuha dilakukan maka bolehlah kiranya dia meresapi arti fithrah pada hari raya iedul fithri ini, itupun dengan perasaan khawatir jangan-jangan ALLÂH Ta'ala belum menerima permohonan maafnya dikarenakan kekurangsungguhan taubat yang dilakukannya, atau karena khawatir syarat-syarat taubatnya tidak terpenuhi disisi-Nya.

Diantara kewajiban yang banyak dilalaikan oleh banyak kaum muslimin adalah sholat fardlu 5 waktu, mulai dari orang yang mengerjakannya tidak tertib dengan melaksanakan secara "bolong-bolong", atau mengerjakannya dengan bermalas-malasan sehingga dikerjakannya diakhir waktu atau diantara mereka yang sama sekali tidak pernah mengerjakannya kecuali sholat dua hari raya 'ied. Sementara dia merasa dihari lebaran ini bagian dari kaum muslimin yang berbahagia dan kembali kepada fithrah. Ini tidaklah semestinya terjadi. Yang benar hendaknya setiap muslim memperhatikan kewajiban sholat fardlu ini, sebab ia merupakan amal yang pertamakali dihisab pada hari qiyamat, ia juga merupakan pembeda antara islam dan kafir atau musyrik. Kalaupun sebelum Romadhon dia banyak melalaikan sholatnya, maka Romadhon dan hari raya ini mestinya dijadikan momen untuk memulai dengan lembaran baru untuk kembali dengan tertib menunaikan shalat 5 waktu setelah tentunya diawali dengan taubat nasuha yang sesungguhnya , dan demikian pula dengan dosa-dosa yang lainnya.

HARI KEMENANGAN ?

Hari raya 'ied yang diiringi takbir yang membahana disetiap penjuru membuat hati menjadi lembut dan jiwapun terharu serta merasa dekat dengan ALLAH Azza wa Jalla. Sebagian muslimin menyebutnya sebagai hari kemenangan, sebab sudah memenangkan pertempuran melawan hawanafsu pada bulan suci Romadhon. Ia seolah merupakan jihad yang paling besar, maka tak heran jika diantara selingan lantunan takbir yang dikumandangkan – walaupun mereka sebenarnya tidak mengerti artinya- mereka mengucapkan : Laa ilaah illallahu wahdah, shodaqo wa'dah, wa nashoro 'abdah, wa a'azza jundahu wahazamal ahzaaba wahdah.....
padahal kalimat-kalimat itu yang benar diucapkan sebagai ungkapan syukur ketika kaum muslimin berhasil mengusai area musuh dan memenangkan pertempuran yang sebenarnya dalam jihad fii sabilillah, dimana konsekwensi logis yang menyertainya boleh jadi kehilangan tangan, mata tercungki, badan terkoyak peluru, leher terpenggal, darah bercucuran, anak-anak menjadi yatim, wanita menjadi janda, adanya tawanan, ada pembagian harta rampasan perang , hingga hilangnya nyawa sebagai syuhada.Nah, untuk jihad seperti itulah yang tepat do'a itu dilantunkan, dan bukan kemenangan seperti yang difahami keliru ketika sukses melewati bulan Romadhon karena dianggap sudah menyelesaikan peperangan hawanafsu. Sebab arti dari lantunan do'a diatas adalah sebagai berikut …. Tiada Ilaah kecuali Dia sendiri,… Telah benarlah janjinya,… dan telah menolong hambanya,… dan Dia telah memulyakan tentaranya,… serta mengalahkan pasukan ahzab musuh secara sendirian…..

Kesalahan memahami arti kemenangan ketika usai melaksanakan ibadah Romadhon adalah berangkat dari pemahaman yang keliru dalam memahami kedudukan jihad Fii sabililillah dan memerangi hawanafsu. Mereka memahami bahwa jihad melawan hawanafsu adalah lebih besar daripada jihad memerangi orang kafir. Mereka memiliki pemahaman salah seperti ini karena berangkat dari sebuah dalil , yaitu " kita kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar" hal ini konon disebutkan oleh Rasûlullâh saw ketika beliau dan para shahabatnya pulang dari perang melawan orang-orang kafir.

Berawal dari inilah pemahaman jihad menjadi samar dan sudah tentu hal ini sangat disukai oleh musuh-musuh islam yang tiada henti memerangi islam dan kaum muslimin siang dan malam, baik secara fisik maupun pemikiran, baik lewat media-media yang menjauhkan umat dari islam yang lurus maupun dengan senjata dan peluru yang mengoyak-ngoyak tubuh kaum muslimin saudara kita. Padahal hadits tersebut tidaklah benar dari Rasûlullâh saw, karena hadits tersebut adalah dhaif.Bahkan imam ahmad mengatakan didalamnya ada perawi pemalsu hadits, sementara Ibnu Taimiyah berkata: hadits tersebut tidak ada asal-usulnya. Secara akal sehat saja sebenarnya sudah bisa mencerna, Bagaimana bisa jihad melawan hawanafsu hanya dengan tidak makan ,minum, dan nafsu birahi siang hari lebih besar dari jihad yang dengannya badan bisa terkoyak, darah bercucuran bahkan dengan hilangnya nyawa ?..... ini baru dari sisi logika sehat, apalagi kalau kita menengok arti jihad yang sesungguhnya secara syari'at, sebab jihad menurut istilah syar'i adalah : PERANG, DAN MEMBERIKAN BANTUAN DIDALAMNYA, itulah kesimpulan dari kesepakatan imam madzhab yang empat dalam mengartikan dan memahami arti jihad secara istilah. Perang yang dimaksud adalah perang memerangi orang-orang kafir setelah mendakwahinya… perang yang didalamnya ada yang terbunuh dan ada yang membunuh dalam menegakkan kalimatullah seperti yang sudah dilakukan para shahabat nabi yang mulia dan disertai oleh beliau Rasûlullâh saw sebanyak 28 kali, dimana beliau sendiri pernah terluka dan pernah membunuh mati orang kafir dalam perang uhud.

Oleh sebab itu agar ini difahami dengan baik. Bulan suci Romadhon dengan shiyam dan keutamaanya memiliki keistimewaan tersendiri pada tempatnya, dan jihad dalam islam juga memiliki kedudukan tersendiri pada tempatnya.

Perhatikanlah pula do'a yang dilantunkan oleh Rasûlullâh saw dalam sebuah hadits, dan do'a ini dilantunkan saat beliau dan kaum muslimin dikepung lebih dari 2 pekan oleh pasukan ahzab dalam perang khondaq, ditengah dinginnya cuaca, sedikitnya perbekalan dan besarnya jumlah pasukan musuh , beliau berdo'a (yang artinya) : " Yaa ALLÂH,yang Maha menurunkan alkitab, Yang Maha cepat hisabnya, … Kalahkanlah pasukan ahzab (musuh),… Yaa ALLÂH , kalahkanlah mereka, dan guncangkanlah mereka !" (HR.Bukhori).

Begitulah, semestinya kita lebih arif dalam memahami istilah-istilah syari'at. Agar kita tidak merasa bangga dan ujub dengan amal yang kita lakukan, dan agar islam tetap bersih dan utuh dalam tatanannya yang benar,…. dan dalam kaitannya dengan jihad, …. agar kita tidak lalai dengan kewajiban kita dan apa yang seharusnya kita buat untuk menghadapi orang-orang kafir musuh islam…. dan agar musuh-musuh ALLÂH tidak berbahagia dengan lalainya kita.

Wallahu a'lam.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Al-ghuraba - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template