Dunia mushibah baginya

*** Edisi Selasa, 4 Sya’ban 1432 H

Suatu hari ‘Umar bin Khattab radyiallahu anh meminta untuk mencatat nama-nama fakir miskin di wilayah Syiria, nama yang pertama dicatat adalah Sa’id bin ‘Amir, Amir (gubernur) Syiria. Maka ‘Umar pun kaget, lalu bertanya, “Celaka kalian, lalu dipakai untuk apa tunjangan dari Baitul Maal yang aku berikan padanya ?”

Mereka menjawab, “Keadaannya memang demikian , dialah orang yang paling miskin diantara kami. Kusut penampilannya dan lusuh pakaiannya, dan itu nampak dalam kehidupan sehari-harinya”.

Lalu ‘Umar mengirim utusan dengan membawa kantong berisi sejumlah uang untuk diberikan kepada Sa’id bin ‘Amir, dia menyerahkan kantong uang tersebut seraya berkata, “ini dari Amirul-Mukminin ‘Umar radyiallahu anh”. Ketika Sa’id membuka kantong tersebut dan melihat kepingan Dirham dan Dinar didalamnya, maka dia menangis, ia merasa shok dan tak mampu berkata apa-apa. Melihat keadaan Sa’id , istrinya (yang waktu itu masih pengantin baru) bertanya, “Musibah apa yang menimpa kaum muslimin, ? apakah Amirul-Mukminin terbunuh ?”
“Tidak, bahkan lebih gawat lagi” jawabnya.

“Apakah benteng pertahanan mereka bobol, sehingga musuh berhasil masuk ke daerah perbatasan ?” Tanya istrinya lagi.
“Tidak, bahkan lebih gawat lagi”. Jawab Sa’id.

“Musibah apalagi yang lebih gawat dari dua hal di atas ?, Tanya istrinya.
Sa’id bin ‘Amir menjawab, “ Telah dibukakan dunia atas suamimu. Demi ALLAH , aku pernah menjalani hidup bersama Rasulullah shollallahu alaihi wasallam namun tidak dibukakan dunia kepada kami, dan aku pernah menjalani kehidupan bersama Abu Bakr , namun juga tidak dibukakan dunia kepada kami. Sekarang aku menjalani kehidupan bersama “umar dan ternyata dunia telah dibukakan lebar-lebar dihadapan kami, sesungguhnya hari-hari terburuk yang kulalui dalam hidupku adalah hari-hari pada masa pemerintahan ‘Umar “.

Sejurus kemudian uang-uang yang dikirim Amirul-mukminin tak tersisa sedikitpun. Sa’id bin ‘Amir yang zuhud ini membagikannya kepada kaum muslimin yang faqir dan miskin, dia melakukan hal ini setelah terlebih dahulu berhasil merayu istrinya dan menenangkannya bahwa ia akan menyimpannya ditempat penyimpanan yang aman dan menguntungkan… ya,.. penyimpanan disisi ALLAH yang akan diambilnya kelak di hari qiyamat.

Musibah bagi orang yang zuhud

Sesungguhnya musibah bagi orang yang zuhud adalah dunia yang akan melalaikannya. Harta yang datang kepadanya dan setiap apa yang akan melalaikannya dari akherat adalah musibah yang besar baginya, ia khawatir hatinya menjadi tidak tenang dan kegandrungan kepada dunia akan bertambah sedang kecintaan kepada apa yang dijanjikan di akherat menjadi berkurang.

Sosok Sa’id bin ‘Amir radyiallahu anh adalah diantara teladan ummat ini yang mengerti akan bahaya dunia dan kesenangannya. Jiwanya sudah tergembleng dibawah pendidikan yang mulia dari Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ia masuk islam agak-akhir-akhir menjelang wafatnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam karena sebelum itu ia masuk kecil, namun demikian tarbiyah yang ia terima dari teladan manusia terbaik dimuka bumi cukup untuk menjadikannya orang yang zuhud yang mengerti hinanya dunia dan mulianya akherat.

Dan sejatinya seperti itulah seluruh para shahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam, mereka benar-benar mengerti arti kehidupan yang sesungguhnya. Dienul-islam dan kemuliaan ajarannya telah menghantarkan mereka menjadi sosok yang luhur yang memiliki jiwa yang mulia yang tidak ingin dikuasai dunia. Kecintaanya kepada islam, persaudaraan yang kokoh sesama mukmin dan sifat amanah menjalankan tugas suci untuk agama ALLAH telah mendarah daging dalam jiwa mereka. Seluruh potensi yang diterimanya dari karunia ALLAH mereka alirkan untuk kepentingan islam dan kaum muslimin.

Mereka infaqkan harta yang dimilikinya untuk perjuangan islam dan mereka tidak takut miskin…. Mereka shadaqahkan perbendaharaannya kepada saudara-saudara seimannya dan mereka tidak takut menjadi faqir. Mereka lebih mendahulukan keperluan saudaranya daripada keperluan dirinya sendiri walaupun sebenarnya mereka lebih memerlukannya. Mereka juga sanggup memberikan pengorbanan untuk kemuliaan agama islam walau dengan harga yang termahal sekalipun. Inilah jiwa-jiwa yang bersinar dengan cahaya islam,.. dan hati-hati yang bercahaya dengan keimanan yang mendalam.

Jika kita ingin mengerti lebih jauh bagaimana kita bisa memiliki pribadi-pribadi agung seperti mereka, maka telusuri, simak dan renungkanlah perjalanan hidup guru mereka, yaitu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Fahami bagaimana beliau memberikan tarbiyah mendasar dalam perkara-perkara prinsip dalam islam kepada para shahabatnya. Dan jika kita memiliki keinginan untuk menjadi seperti mereka, maka bersiaplah untuk mempersembahkan pengorbanan, karena semua itu tidak lepas dari pengorbanan yang bertolak belakang dengan keinginan hawanafsu. Mengekang keinginan untuk kemudian mengalihkannya kepada sesuatu yang lebih agung menurut pandangan ALLAH walau jiwa terasa berat menempuhnya….

Sudah siapkah…?!

*** Wallahu a’lam.