*** Edisi Senin,24 dzulqo'dah 1431 H
Banyak diantara kaum muslimin menyangka bahwa Nabi Shollallâhu alaihi wasallam tidak pernah marah. Dalam benak sebagian kaum muslimin sosok Nabi kita Shollallâhu alaihi wasallam hanya dikenal dengan sifat lemah lembutnya, pemaaf dan sifat penyayang kepada yang lain. Hampir tidak pernah menyangka bahwa sesungguhnya beliau Shollallâhu alaihi wasallam juga memiliki sifat-sifat yang lain seperti sifat marah dan murka , dan hal ini tidaklah berarti mengurangi kemuliaan sifat-sifatnya yang agung dan akhlaqnya yang mulia yang beliau miliki, justru dengan sifat-sifat inilah beliau memiliki sifat-sifat sebagai seorang hamba ALLÂH sekaligus kesempurnaan sifat yang dimiliki seorang Nabi dan Rasûl ALLÂH.
Sesungguhnya Rasûlullâh saw akan teramat sangat marah jika kehormatan islam dan syari'at ALLÂH dilanggar, inilah yang membuat Nabi kita akan marah dibuatnya. Betapa tidak, karena beliau adalah pembawa Risalah Islam yang ditugaskan kepadanya dari sisi ALLAH Azza wa Jalla. Beliau juga merupakan manusia yang paling mengerti apa saja yang membuat ALLÂH murka. Oleh sebab itu sangatlah wajar beliau akan marah jika batas-batas syari'at dilanggar ummatnya, sebab dengan marahnya itu akan dapat diambil pelajaran sekaligus sebagai ancaman bahwa sungguh perkara tersebut dimurkai ALLÂH, sehingga dengan demikian kaum muslimin mengambil pelajaran karenanya.
Ambillah contohnya apa yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan imam Muslim,dari Abi Mas'ud uqbah bin 'amr bahwa ketika suatu hari beliau mendapatkan pengaduan dari seseorang bahwa dia akan mengakhirkan sholat subuhnya karena dia tidak suka jika imam sholat yang dia sholat dengannya terlalu memanjangkan sholatnya. Saat itulah (kata Abu Mas'ud); "aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat marah dalam menyampaikan nasihatnya melebihi marahnya beliau pada hari itu, Abu Mas'ud melanjutkan; "Lalu beliau bersbada: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya di antara kalian ada yang menjadikan orang-orang lari (dari keta'atan), barangsiapa di antara kalian shalat dengan orang banyak, hendaklah ia meringankan shalatnya, sebab di antara mereka ada orang yang lemah, orang yang sudah lanjut usia dan orang yang mempunyai keperluan !."
Perhatikan pula bagaimana Rasûlullâh saw marah dengan kemarahan yang memuncak yang tampak dari wajahnya yang memerah tatkala sebagian kaum muslimin meminta dispensasi atas pencurian yang dilakukan oleh seorang muslimah dari suku Bani Makhzum. Perlu diketahui bahwa bani makhzum adalah diantara suku yang terhormat dari Quraisy. Ketika wanita tersebut mencuri sesuatu yang melebihi nishob (batas minimal pencurian) maka gegerlah para shahabat. Sebab kini wanita itu harus menjalani hukuman had dengan cara dipotong pangkal lengannya sebagaimana yang ALLÂH perintahkan yang merupakan Undang-Undang-Nya bagi umat islam yang harus ditegakkan.
Maka berundinglah sebagian shahabat agar hukuman had tidak jadi dilaksanakan, sebab hal itu berarti akan mencoreng kedudukan suku bani makhzum yang terhormat dimata manusia. Mereka akhirnya sepakat untuk menyampaikan usulannya kepada Rasûlullâh saw. Lalu siapa yang berani menyampaikan hal itu kepada Rasûlullâh saw ? Disinilah kebingungan mereka kemudian. Sampai akhirnya mereka mendapatkan seorang nama yang dianggap layak dan mumpuni sekaligus bisa diperhatikan oleh beliau Shollallâhu alaihi wasallam karena ia merupakan kecintaan beliau Shollallâhu alaihi wasallam. Ia adalah Usamah bin Zaid Rodhiyallâhu anh. Maka Usamah dipanggil oleh mereka dan diminta untuk menyampaikan aspirasi tersebut. Berangkatlah Usamah bin Zaid menjumpai Nabi saw, lalu iapun mengutarakan maksud kedatangannya, agar wanita bani makhzum tidak diterapkan hukuman had atasnya. Maka berubahlah roman muka Nabi Shollallâhu alaihi wasallam karena marah, seraya berkata :"apakah engkau akan meminta keringanan suatu had dari hududnya ALLÂH !" Lalu beliau menyuruh kaum muslimin berkumpul di masjid, kemudian beliau berdiri untuk khutbah dan bersabda: "Sesungguhnya yang menyebabkan binasanya ummat sebelum kalian adalah karena jika ada diantara mereka yang mencuri dari kalangan orang terhormat, mereka membiarkannya, sedang jika diantara mereka yang mencuri itu dari kalangan yang lemah, maka mereka menerapkan hukuman had atasnya !.... Demi ALLÂH…. Kalaulah Fathimah binti Muhammad mencuri, sungguh pasti aku akan potong tangannya !! " (Hadits Muttafaq 'alaih).
Disinilah letak keadilan islam dan disini pula kita melihat bagaimana sikap Nabi kita Shollallâhu alaihi wasallam panutan dan teladan kita ketika melihat batas-batas syariat yang dilanggar. Sungguh beliau menampakkan marahnya dan segera memberikan nasihatnya. Kadar kemarahan beliau menunjukkan besar kecilnya persoalan tersebut ditinjau dari sudut islam. Dan sejatinya pada perkara-perkara yang prinsip dalam agama kita, ia merupakan tolok ukur besarnya persoalan tersebut dihadapan ALLÂH. Begitulah teladan apa yang "ditampilkan" oleh Nabi Shollallâhu alaihi wasallam. Sedang ditinjau dari sisi phykologispun, nasihat yang diberikan dengan ungkapan marah memiliki kesan yang lebih bagi obyek yang diberikan nasihat tersebut yang disebabkan oleh kadar persoalan dari perkara yang mengundang kemarahan itu muncul.
Sesungguhnya terjadinya kemarahan nabi Shollallâhu alaihi wasallam tidaklah terbatas hanya pada 2 contoh diatas, karena masih banyak kejadian-kejadian yang lain yang menunjukkan kemarahan beliau Shollallâhu alaihi wasallam. Selain bahwa marah itu sendiri dibolehkan dalam syari'at, sungguh rasa marah itu sendiri pada saat-saat tertentu justru harus ditampakkan dan harus ada, bahkan ia suatu kondisi menjadi berpahala karenanya ketika seseorang marah karena ALLÂH, yaitu, saat batas-batas syari'at dilanggar dan kehormatan islam dinodai. Dan ketiadaan rasa marah pada dada seseorang pada saat batas-batas syariat dilanggar dan kehormatan islam dinodai menunjukkan lemahnya iman dan terjangkiti sifat nifaq dalam dirinya. (wal'iyaadzu billah).
Disinilah kita harus mengambil hikmah dan 'ibroh (baca:pelajaran) atas apa yang berlaku dan terjadi disekitar kita. Tak sepantasnya bagi seorang muslim membiarkan anggota keluarganya melalaikan sholat sedang dia mengetahuinya. Tak sepatutnya juga dia merasa nyaman dan sikap tak acuh ketika istrinya atau saudarinya membuka auratnya dihadapan umum. Jika Rambut saudarinya atau istrinya yang terbuka, leher yang ditampakkan, tangan dan kaki yang dilihat oleh kaum lelaki atau bahkan lebih daripada itu tidak membuat dadanya panas, maka sungguh ini suatu mushibah. Dimana letak kehormatannya jika dia membiarkan mereka memamerkan aurat yang diharamkan ALLÂH untuk dipamerkan ?.
Begitu pula dimana kemuliaanmu sebagai seorang muslim jika engkau tidak ambil pusing ketika mengetahui ada harta atau makanan keluargamu yang diambil dari yang haram ?….atau diantara keluargamu ada yang melakukan dosa kesyirikan seperti membenarkan perkataan paranormal ? … atau engkau menganggap remeh ketika anaknya berduaan dengan lawan jenis atau bepergiaan dengannya ? …. atau engkau membiarkan dirimu sendiri hanyut dalam pertemanan setia dengan orang-orang kafir…. atau hatimu tidak merasa pedih saat anakmu berakhlak buruk ?.
Jika dalam perkara-perkara keseharian dalam keluarganya saja dia tidak tergugah amarahnya saat ada batas-batas syari'at yang dilanggar, lalu bagaimana dia akan tergugah amarahnya saat saudara muslim yang lain melanggarnya ?... lalu bagaimana pula dia akan tergugah amarahnya saat agama islam dinodai dan kehormatan kaum muslimin dilecehkan ?.
Sungguh perkara ini harus menjadi perhatian setiap muslim. Bahwa setiap muslim harus merasa tergugah amarahnya ketika ada batas-batas syari'at yang dilanggar. Dadanya harus merasa panas ketika Dienul-Islam dinodai dan kehormatan saudaranya dilecehkan… Darahnya harus mendidih ketika kehormatan agamanya diinjak-injak. Sebab begitulah yang dicontohkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad Shollallâhu alaihi wasallam dalam perjalanan menyampaikan risalahnya. Bahkan beliau tidak segan-segan untuk memberikan perintah bunuh atau perang terhadap suatu kaum yang memerangi dakwah islam, melecehkan ALLÂH dan Rasul-Nya dan atau menghinakan islam dan kaum muslimin… Dan sungguh beliau Shollallâhu alaihi wasallam adalah sebaik-baik teladan kita dalam semua aspek kehidupan dalam mengamalkan ajaran yang dibawanya.
Wallahu a'lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !