*** Edisi Selasa, 20 Jumadil Akhir 1432 H.
Pesan ini disampaikan oleh Abu Bakr ash-shiddieq radyiallahu anhu pada detik-detik terakhir menjelang kepergiannya meninggalkan dunia yang fana ini. Nasehat berharga nan agung yang disampaikan kepada Umar bin Khattab radyiallahu anhu sebagai calon pengganti khalifah sepeninggalnya.
Ia memberikan nasehat yang panjang, diantaranya : "…. Sesungguhnya timbangan-timbangan itu menjadi berat adalah orang-orang yang timbangannya menjadi berat di akherat dikarenakan pengikutan mereka kepada al-Haq (kebenaran) ketika didunia, itulah yang menyebabkan timbangan mereka menjadi berat. Dan sudah selayaknya timbangan yang diatasnya diletakkan al-Haq itu menjadi berat…. Dan sesungguhnya timbangan-timbangan itu menjadi ringan adalah orang-orang yang ringan timbangannya diakherat, karena pengikutan mereka kepada al-Bathil (kebathilan), sehingga timbangan merekapun ringan pula di dunia. Dan sudah selayaknya timbangan yang diatasnya diletakkan kebathilan itu menjadi ringan. …."
Sungguh,.. ini nasehat yang agung yang disampaikan khalifah kepada calon penggantinya kelak. Pesan ideologis yang diucapkan oleh sosok yang memiliki prinsip-prinsip dasar dalam hidupnya. Nasehat dari seorang yang paling dicintai Nabi shollallahu alaihi wasallam dari kalangan laki-laki. Ia memberikan nasehat kepada Umar bin Khattab karena Umar akan menjadi pemimpin kaum muslimin setelahnya. Ia mengingatkan hal ini agar Umar memimpin manusia diatas al-Haq dan mengajak manusia agar mengikuti al-Haq serta mengendalikan manusia dengannya.
Demikianlah nasehat yang diberikan oleh seorang yang mengetahui hakikat kebenaran yang akan menyelamatkan seorang hamba diakherat kelak. Oleh sebab itu, sebenarnya nasehat ini adalah nasehat untuk kita semua,.. orang-orang mukmin. Sebab betapa banyak manusia yang tergelincir disebabkan mereka mengikuti kebathilan baik yang disadari ataupun tidak disadarinya, padahal kebathilan merupakan sesuatu yang tidak bernilai sesuatupun di akherat kelak.
AL-HAQ disini adalah al-islam, agama Islam yg ALLAH ridhai. Agama Islam yang Nabi Muhammad diutus untuk mendakwahkannya. Ia adalah petunjuk, ia adalah Al-quran dan Tauhid. Sebagaimana firman ALLAH :
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
"Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan AL-HAQ sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka. (QS.albaqarah :119).
Ayat diatas didalam Tafsir Ibnu Abbas, kata AL-HAQ diartikan al-Qur`an dan Tauhid. Ibnu Kisan (yang tercantum dalam tafsir al-baghawi) mengartikan kata AL-HAQ adalah Islam dan syariatnya. Didalam tafsir al-jalalain, kata AL-HAQ tafsirnya adalah hidayah. Sedang didalam tafsir al-Mawardi kata AL-HAQ maksudnya Dienul-haq (agama kebenaran, islam). Imam al-baghawi didalam tafsirnya mengartikan kata AL-HAQ dengan ash-shidq, yaitu kebenaran.
Apa yang ditafsirkan oleh para ulama adalah senada mengenai arti kata AL-HAQ dalam ayat diatas. Ia adalah bermuara pada kebenaran apa dibawa oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dari Robbnya, yaitu Dienul islam itu sendiri. Maka jelaslah apa yang dimaksudkan oleh Abu Bakr ash-shiddieq dengan nasehatnya. Ia mengingatkan Umar dan kita semua untuk berpegang teguh dengan islam karena itulah yang akan menjadikan timbangan seseorang di hari qiyamat menjadi berat.
Mengikuti hawa nafsu lawan dari mengikuti AL-HAQ.
ALLAH berfirman :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan AL-HAQ yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…." (QS.al-maidah :48)
Sesungguhnya perintah untuk mengikuti apa yang diperintahkan Dien islam adalah perintah yang jelas dan mutlak. Demikian pula perintah untuk memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan ALLAH, yaitu al-Islam yang telah dibawa oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Adapun menyelisihi al-Qur`an dan menyelisihi apa dibawa oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam berarti mengikuti hawa nafsu yang diperintahkan untuk tidak mengikutinya.
Ayat ini juga menjelaskan perintah untuk BERHUKUM dengan apa yang diturunkan ALLAH Azza wa Jalla. Dan menyelisihinya adalah berarti mengikuti hawanafsu belaka.
Didalam kehidupan sehari-hari, seorang muslim senantiasa dituntut untuk selalu berada diatas AL-HAQ. Ia merupakan prinsip dasar dimana dia harus senantiasa berpijak diatasnya. Sebab dengan mengikutinya akan menyelamatkannya diakherat kelak dengan idzin ALLAH. Dan menyelesihinya akan berakibat berkurangnya timbangan kebaikannya diakherat.
Jika pengikutan kepada kebathilan itu secara total dari dasarnya, yang berarti mengikuti kebathilan secara mendasar dan dalam perkara-perkara yang ushul (baca :asas), maka berarti ia mengikuti kebathilan secara total dan menyeluruh yang berarti mengikuti kekafiran. Dan baginya kekal didalam neraka. Adapun jika seseorang mengikuti kebathilan itu dalam perkara yang cabang dan bukan mendasar, maka dia berdosa.
ISLAM DATANG UNTUK MENYELAMATKAN MANUSIA
Sesungguhnya islam datang untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya ;mengeluarkan manusia dari kesempitan dunia menuju kelapangan dunia dan akhirat. Dan mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Robbnya manusia.
Islam telah mengatur kehidupan manusia secara sempurna dan itulah tatanilai yang paling benar dan paling baik baik bagi ummat manusia, sebab ia datang dengan "persetujuan" dan keridhaan dari atas langit. Namun begitu tak sedikit manusia yang rela memilih untuk mengikuti hawanafsunya baik secara keseluruhan dari akarnya, maupun pada cabangnya, pada sebagian langkahnya dan aktifitasnya.
Tak sedikit seorang muslim tergelincir kedalam perbuatan dosa dan maksiyat yang dia kerjakan terus menerus, sebutlah misalnya membuka auratnya yang seharusnya ia tutupi dengan rapat dan rapi. Wanita yang tidak berjilbab dan membiarkan rambutnya terurai dinikmati oleh para lelaki atau menampakkan lehernya, tangannya atau kakinya.
Tak jarang pula seorang muslim lebih memilih untuk memakan harta dengan cara yang curang. Ia menipu orang lain demi untuk meraup keuntungan tanpa mengindahkan kezhaliman terhadap saudaranya. Demikian pula langkah yang ditempuh dalam sebuah keputusan yang menentukan, bekerja pada sebuah tempat yang penuh dengan maksiyat, harus membuka aurat, atau hari-hari ditempat yang bergelimang dalam riba yang jelas-jelas diharamkan seperti bank & pegadaian, atau melewatkan waktu sholat tanpa mengerjakannya, atau ia rela memberikan suap, atau mengambil keputusan dalam pernikahan dengan menikahi wanita tukang maksiyat atau bahkan berlainan agama, atau bertindak untuk berbuat dosabesar demi kepentingan materi semata dengan bebuat syirik, berzina, minum khamr, membunuh dan lain sebagainya.
Dalam banyak kasus, mengikuti hawanafsu dan jalan syaithan ini sebenarnya disebabkan lemahnya seseorang dalam memegang perkara-perkara prinsip dalam keislamannya, sehingga dia rela untuk mengorbankan akheratnya demi dunianya. Dan dalam keadaan seperti ini acapkali setiap kesalahan yang dilakukan tidak dirasakan sebagai sebuah kesalahan yang besar sehingga dia kembali mengulanginya dan mengulanginya.
Padahal sejatinya dalam perkara yang lebih besar dari itupun yang menuntut keteguhan iman dalam diri seorang mukmin haruslah dia memilikinya, seperti ketika dia melakukan sebuah maksiyat yang menuntut hukuman hudud (sanksi fisik) yang harus dia terima, ia rela menempuhnya karena kecintaannya kepada ALLAH dan keinginan yang besar untuk tidak kehilangan rahmat ALLAH di akherat kelak.
Seorang wanita al-ghamidiah pada zaman nabi yang siap untuk dirajam dengan perbuatan zinanya menunjukkan keteguhan iman shahabiyah ini. Ia bahkan datang dengan kejujurannya menghadap Rasulullah agar ditegakkan hukuman atas dirinya dengan perbuatan zinanya. Bahkan setelah lewat masa lebih dari 2 tahun 9 bulan yang ia lewati untuk melahirkan bayinya dan menyapih anaknya sekalipun, ia tetap kembali menemui Rasulullah tanpa dengan keteguhan jiwanya. Ia benar-benar khawatir kehilangan Rahmat ALLAH atas dirinya. Ia menginginkan ampunan ALLAH walau nyawa menjadi tebusannya. Itulah contoh sosok mukminah yang teguh dalam AL-HAQ, ketika dia tergelincir pada suatu dosa.
Seorang mukmin hendaknya tetap bersabar untuk menapaki AL-HAQ dalam semua lini kehidupannya. Ia harus bersabar mentaati ALLAH baik yang sesuai dengan keinginannya maupun tidak. Begitupula dia harus bersabar untuk menjauhi larangan ALLAH betapapun berat dan keras ujian yang menerpanya. Sebab kesabaran diperlukan tidak hanya dalam menghadapi mushibah yang menimpa saja, akan tetapi kesabaran itu juga dalam hal mentaati perintah ALLAH dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan Menjauhi maksiyat kepada ALLAH menempati ranking pertama dalam kesabaran, ia bernilai 3kali lipat. Sedang mentaati perintah ALLAH menempati ranking kedua, ia bernilai 2kali lipatnya. Adapun sabar dalam menghadapi mushibah yang menimpa, ia menempati ranking ke3, dan ia hanya bernilai 1kali lipatnya dalam nilai-nilai kesabaran, begitu Ibnul-Qoyyim menjelaskan didalam uddatush-shobirin wa dzakhirotisy-syakirin (Perbekalan orang-orang yang sabar dan perbendaharaan orang-orang yang bersyukur).
Milikilah prinsip yang agung ini, mengikuti AL-HAQ dalam semua perkara kehidupan kita serta bersabar menapakinya. Kokohkanlah hati dalam setiap langkah yang ditempuh untuk mengikuti bagaimana islam mengaturnya. Seseorang harus tunduk dengan Islam yang telah ALLAH tetapkan untuknya. Ia harus bertekad untuk senantiasa berusaha meraih apa yang ALLAH ridhai dan menjauhi yang ALLAH murkai.
Tidak seyogyanya seorang mukmin lebih mendahulukan kepentingan duniawi ketika hal itu akan merugikannya di akherat kelak. Sebagaimana tidak semestinya seorang mukmin mengambil sesuatu yang diharamkan ALLAH dan tidak bersabar untuk menjauhinya. Bahkan yang lebih baik bagi orang mukmin adalah menempuh yang lebih baik pada saat dia menjumpai pada suatu perkara ada dua kebaikan. Umar bin Khattab radyiallahu anh berkata, "orang yang cerdas bukan orang yang bisa memilah kebaikan dari keburukan, akan tetapi orang yang cerdas adalah yang bisa memilih mana yang lebih baik dari dua kebaikan".
*** Wallahu a'lam.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !