Headlines News :
'
Home » » Hukum itu mutlak menjadi Hak ALLÂH

Hukum itu mutlak menjadi Hak ALLÂH

Written By Al-ghuraba on Selasa, 21 Desember 2010 | Selasa, Desember 21, 2010



*** Edisi Selasa, 15 Muharam 1432 H

Persoalan yang paling urgen pada masa sekarang ini adalah mengembalikan manusia kepada penghambaan diri kepada ALLÂH secara mutlak. Penghambaan dengan penuh ketundukkan dan ketaatan kepada ALLAH Azza wa Jalla dalam semua lini kehidupan manusia. Sebab ia merupakan bagian dari tauhid Uluhiyyah. Hanyasanya manusia hari ini –tak terkecuali umat islam- sudah melupakannya dan (seiring dengan itu) lambat laun semakin dijauhkan pula oleh orang-orang kafir (kecuali yang ALLÂH Rahmati).

Berhukum kepada apa yang diturunkan ALLÂH merupakan persoalan aqidah yang berkaitan erat dengan Dienul Islam dan pengertian LÂ ILÂHA ILLALLÂH . Dan bagi yang menyelisihinya , ia tidak hanya sekedar menyebabkan pelakunya menjadi fasik, tetapi bisa menghantarkan seseorang kepada yang lebih dari itu, yaitu keluarnya seseorang dari islam(dan menjadi kafir). Ia berimplikasi kepada adanya IMAN pada diri seseorang atau ketiadaan iman pada dirinya. (Lihat al-Quran surah al-maidah: 44,45,47).

Perhatikanlah firman ALLÂH :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi ROBBmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”(QS. 4: 65)

Dan adapun berhukum dengan apa-apa yang diturunkan ALLÂH merupakan bukti kongkret dari kalimat LÂ ILÂHA ILLALLÂH – MUHAMMADUR-RASÛLULLÂH.

Jika Dien ini kita serupakan dengan uang logam atau kertas, maka sisi sebelah tertulis padanya LÂ ILÂHA ILLALLÂH , dan yang sebelahnya lagi tertulis BERHUKUM KEPADA APA-APA YANG DITURUNKAN ALLÂH. Keduanya merupakan dua muka dari satu mata uang yang tidak akan pernah berpisah sama sekali jalinannya. Yaitu LÂ ILÂHA ILLALLÂH maksudnya adalah “Berhukum kepada apa-apa yang diturunkan ALLÂH“. Dan tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan ALLÂH maknanya menafikan Uluhiyyah ALLÂH pada kehidupan manusia, lalu menjadikan penghambaan manusia kepada manusia yang lain tanpa disadarinya.

Yang dimaksud dengan menafikan Uluhiyah adalah meniadakan kedudukan ALLÂH sebuah Dzat yang disembah, ditaati dan dicintai. Artinya jika demikian, seseorang menjadikan sesuatu yang lain selain ALLÂH dalam penyembahan, ketaatan dan kecintaannya. Padahal hanya ALLÂH saja yang patut diibadahi dan disembah dengan penuh ketundukan dan kepasrahan berserah diri secara total. Dan hanya ALLÂH saja satu-satunya Dzat yang harus ditaati dalam hukum dan aturan yang sudah dibuat-Nya.

Mengganti hukum (baca: Undang-Undang) dengan hukum yang lain (seperti hukum positif buatan manusia) selain apa yang diturunkan ALLÂH merupakan bentuk pembangkangan dan syirik kepada ke-Tuhanan ALLÂH (baca: Uluhiyah ALLÂH). Sebab didalamnya tak lepas dari penolakan terhadap Hukum-hukum yang telah ALLÂH tetapkan untuk diterapkan oleh manusia dipermukaan bumi dan (dengan hukum selain ALLÂH) berarti melakukan penyembahan dalam bentuk ketaatan kepada sesuatu selain ALLÂH … Sebab system UU positif (yang berisi hukum-hukum buatan manusia) tidak lepas daripada perkara-perkara yang bertolak belakang dengan syariat yang ALLÂH turunkan, ia menghalalkan perkara-perkara yang ALLÂH sudah mengharamkannya,… dan mengharamkan perkara-perkara yang sudah ALLÂH halalkan. Ia mengatur tata kehidupan manusia dalam semua aspek kehidupannya. Padahal hanya Islam dan syari’atnya saja yang dibolehkan untuk mengatur kehidupan manusia dalam semua aspek dan lini kehidupannya.

Dalam Hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi, bahwa Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam telah menafsirkan hal ini pada seorang shahabat bernama Adi bin Hatim Rodhiyallâhu anh (yang sebelumnya seorang nasrani) tatkala ia datang pertama kali menemui beliau Shollallâhu alaihi wasallam, yang mana lalu dia memeluk islam sedang kala itu ia masih mengenakan kalung salib dilehernya. Lalu beliau Shollallâhu alaihi wasallam memerintahkan padanya, seraya berkata “Lemparkan berhala itu !”.
(Lihatlah, bahwa Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam menyebut salib itu adalah berhala)…. Lantas beliau membacakan ayat 31 dari surah at-taubah :
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Robb selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; Dan tidaklah mereka disuruh untuk menyembah kecuali disuruh menyembah ILAAH Yang Maha Esa; tidak ada ILAAH (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.

Maka Adi bin Hatim merasa heran dan bingung , itu adalah firman ALLÂH Robbul’izzati, akan tetapi menyelisihi ubudiyah (bentuk penyembahan) yang ada dalam benaknya. Sebab bentuk ubudiyah yang melekat dalam benak Adi bin Hatim adalah seperti Ruku’, sujud, mempersembahkan syiar-syiar, upacara-upacara keagamaan, nadzar-nadzar dan berkurban. Lalu iapun menyanggahnya : “Wahai Rasûlullâh, mereka tidak menyembahnya”. Adi bin Hatim menyanggah ucapan beliau karena rasa heran, sebab orang-orang nasrani tidaklah menyembah (dalam arti ruku’ dan sujud) kepada para pendetanya.

Lantas Nabipun menjelaskannya, “iya,(akan tetapi) mereka (para pendeta itu) telah menghalalkan yang haram pada mereka (para pengikutnya), dan mengharamkan yang halal atas mereka, lalu mereka (para pengikutnya) itu mengikuti mereka para pendeta itu, … maka itulah bentuk ibadah mereka kepada para mereka (pendeta itu)”.

Jadi, mengikuti dan mentaati orang-orang dalam perkara-perkara system adalah merupakan IBADAH. Sebab ia berkaitan dengan halal dan haram, sementara yang berwenang untuk membuat dan menerapkan yang halal dan yang haram itu hak ALLÂH sebagai Robb semesta alam yang telah membuat segala kesempurnaan penciptaan alam semesta dan manusia lengkap dengan aturan dan system yang mengaturnya.

Jika demikian melalui lisan Rasûlullâh Shollallâhu alaihi wasallam , maka ubudiyah (penyembahan) maknanya mentaati aturan-aturan, mentaati hukum dan undang-undang. Jika syariat (aturan, hukum dan undang-undang) itu dari sisi Rabbul’alamin, maka Ubudiyah jatuhnya untuk Robbil’aalamin. … Dan jika syariat tersebut datang dari manusia (maksudnya dibuat oleh manusia), maka ubudiyah (penyembahan dan ibadah) itu jatuhnya untuk manusia ,meski orang itu mengerjakan sesudahnya syiar-syiar menurut apa yang telah diturunkan ALLÂH (seperti sholat, menunaikan zakat, shiyam dan haji).

Jadi Ketaatan kepada system yang dibuat manusia adalah berlawanan dengan ke-Esa-an (baca: Tauhid) ALLÂH. Perhatikanlah ayat 31 surah at-taubah diatas, ayat itu diakhiri dengan kalimat : WAMAA UMIRUU ILLA LIYA’BUDUU ILAAHAW-WAAHIDA… (Dan tidaklah mereka disuruh untuk menyembah kecuali disuruh menyembah ILAAH Yang Maha Esa…).

Para Fuqoha semuanya telah bersepakat,, bahwa barangsiapa menghalalkan yang haram maka sesungguhnya dia telah kafir, dan barangsiapa mengharamkan yang halal maka sesungguhnya dia telah kafir.

Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu Ta'ala berkata,"Telah menjadi ‘ijma bahwa barangsiapa yang menghalalkan NAZHROH (memandang wanita yang bukan mahrom), maka sesungguhnya ia telah kafir menurut ijma. Barangsiapa yang mengharamkan roti, maka sesungguhnya dia telah kafir menurut ijma’” . Sebab Nazhroh itu (dalam syariat islam) adalah haram, dan roti itu adalah halal.

Padahal system buatan manusia (dalam UU positifnya) berkedudukan sebagai aturan yang mengatur semua lini kehidupan manusia dalam hal haram dan halal. Mengatur perihal agama manusia, mengatur darah dan kehormatan manusia, mengatur bersih dan kotornya keturunan, mengatur akal manusia dan mengatur harta. Betapa banyak pasal-pasal hukum dalam UU positif jahiliyah yang bertentangan dengan system yang ALLÂH turunkan.

Lihatlah, Syirik yang ALLÂH haramkan sudah mereka halalkan dengan disejajarkannya agama-agama selain islam dengan agama Islam yang suci….riba yang haram sudah mereka halalkan,.. Maksiyat dalam bentuk khomr, zina, adopsi, aurat, yang haram sudah mereka halalkan,… praktek-praktek kesyirikan yang jelas-jelas haram,mereka lindungi dalam bentuk undang-undang dengan dalih melestarikan budaya,… kehormatan islam dan kenabian yang suci mereka remehkan(seperti terhadap penistaan kenabian dengan adanya nabi-nabi palsu) dengan dalih hak azasi manusia,… Syiar-syiar Tauhid dan syariat islam yang digelorakan untuk diterapkan mereka musuhi dengan permusuhan dan perang,… hak-hak kehormatan umat islam diperlakukan sama dengan hak-hak orang-orang kafir karena memang dimata Undang-undang jahiliyah semua agama benar dan baik,… Ashobiyah kesukuan dan kebangsaan yang haram dalam islam, mereka telah halalkan dan bahkan dijadikan dasar negara dan merupakan motto yang digalakkan sebagai wujud nasionalisme karena memang mewadahi ragam agama, ragam suku dan ragam bahasa....

Hukum-hukum hudud yang sudah diatur ALLÂH (untuk para pelaku pidana) mereka ganti dengan hukum buatan manusia,… dan sederet bentuk-bentuk kejahiliyahan hukum, yang secara disadari atau tidak mereka (para pembuat undang-undang jahiliyah ini) telah menjadikan diri-diri mereka sebagai ROBB selain ALLÂH.

Marilah kita memahami perkara ini dengan jujur. Dan sungguh perkara ini adalah perkara yang penting untuk diperhatikan. Setiap muslim harus berlepas diri dari hukum-hukum jahiliyah buatan manusia yang dijadikan sumber hukum dan landasan undang-undang. Demikian pula halnya setiap muslim tidak boleh menyamakan/mensejajarkan hukum ALLÂH dengan hukum buatan manusia, sebab itu bisa mengakibatkan dirinya menjadi kafir, atau meyakini bahwa hukum jahiliyah ini lebih baik daripada hukum ALLÂH, atau apalagi mendahulukan hukum manusia dari hukum ALLÂH atau menentang hukum ALLÂH sama sekali !. Dan seyogyanya perhatian untuk menjauhi berhukum kepada hukum jahiliyah ini lebih dari perhatian untuk menjauhi perbuatan syirik terhadap kuburan-kuburan.

Dan kepada ALLÂH lah kita memohon Taufik dan hidayah-Nya.

Wallahu a’lam.

*** Disarikan dari :
· Tafsir Ibnu Katsir (QS. At-taubah:31)
· Tarbiyah jihadiyah 11 (hal 167-174); Syekh Abdullah Azzam rahimahullah; pustaka Al-‘Alaq.
Jalan menuju Kejayaan Islam (Nasihat dan peringatan kepada umat islam untuk meraih izzul islam walmuslimin); syekh Muhammad bin Jamil Zainu & Muhammad bin Ahmad; pustaka Arofah-solo. (terjemahan dari: Taujihul muslimin Ila Thariqin Nashr wat-Tamkin).
Share this article :

3 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus
  2. Halo,
    nama saya Siti Aminah dari Indonesia, tolong saya sarankan semua orang di sini harus sangat berhati-hati, karena ada begitu banyak peminjam pinjaman palsu di internet, tetapi mereka masih yang asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah ditipu oleh 4 pemberi pinjaman, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang karena berhutang.

    Saya hampir menyerah sampai saya meminta saran dari seorang teman yang memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman asli dan perusahaan yang sangat andal yaitu Ibu Alicia Radu yang mendapat pinjaman saya 800 juta rupiah Indonesia dalam waktu kurang dari 24 jam Tanpa ada tekanan dan pada suku bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut ketika memeriksa rekening bank saya dan menemukan jumlah pinjaman yang saya minta telah ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan apa pun sehingga saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang dapat memperoleh pinjaman dengan mudah tanpa tekanan dari Ibu Alicia Radu

    Saya ingin Anda mempercayai Ibu Alicia Radu dengan sepenuh hati karena ia sangat membantu dalam kehidupan dan kehidupan finansial saya. Anda harus menganggap diri Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya: (sitiaminah6749@gmail.com) jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman dari Ibu Alicia Radu, Anda sangat bebas untuk menghubungi saya dan saya akan dengan senang hati menjawab Anda karena Anda juga dapat membantu orang lain setelah Anda menerima pinjaman Anda.

    BalasHapus
  3. Jika pola berfikir umat Islam seperti yang dituliskan di atas = Mengkerdilkan Islam itu sendiri. Sehingga tidaklah mengherankan bila umat Islam di seantero dunia khususnya di Indonesia semakin dungu. Allah tidak menghendaki kesulitan bagi manusia hanya saja manusianyalah yang membodohi dirinya sendiri. Dalam banyak kasus, umat Islam hanya bisa berargumentasi dengan halal haram saja tanpa mampu menciptakan system yang lebih baik dan terbukti lebih baik daripada system yang dipersoalkan meski system yang sudah ada terbukti memberikan andil besar bagi kemaslahatan umat manusia.

    BalasHapus

alhamdulillah, semoga blog ini tetap eksis dan bermanfaat untuk ummat, bagi izzul Islam walmuslimin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Al-ghuraba - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template