Headlines News :
'
Home » » Solusi Robbani untuk masalah yang dihadapi

Solusi Robbani untuk masalah yang dihadapi

Written By Al-ghuraba on Selasa, 08 Februari 2011 | Selasa, Februari 08, 2011

*** Edisi selasa, 5 Rabiul awwal 1432 H

Pernah suatu kali Fathimah datang menemui ayahnya, n untuk menyampaikan keluhannya. Ia mengadukan kepayahannya dalam mengerjakan pekerjaan dirumahnya, tangannya yang lecet dan mengeras karena sering dipakai untuk menggiling. Ia meminta agar Rasûlullâh menyisihkan seorang budak yang didapatkan kaum muslimin dalam peperangan sebagai pembantu yang akan meringankan bebannya.

Sekilas kita melihat apa yang dikeluhkan dan diminta Fathimah akan ditanggapi dan dipenuhi oleh Rasûlullâh n . Kasih sayang seorang ayah kepada putri tercintanya, dan kedudukan beliau sebagai pemimpin muslimin, ditambah dengan kondisi yang mendukung dengan adanya para tawanan yang berstatus budak yang dibagikan kepada pasukan yang ikut serta dalam peperangan yang mereka menangkan.

Fathimah dibuat sibuk dan kelelahan dengan pekerjaan mengurus keperluan rumahnya. Sementara Ali bin Abi Thalib, suaminya …lebih banyak disibukkan dengan urusan keummatan, berjihad Fii sabilillah, sehingga tidak banyak bisa membantu istrinya. Ali sendiri sebenarnya seorang pendekar dan prajurit handal dalam pasukan kaum muslimin. Kelihaiannya dalam bertempur dan keberaniannya dalam kancah qital membuat namanya harum dikalangan pasukan islam. Adu duel satu lawan satu dengan pedang sebelum perang berlangsung, kerap kali ia tampil sebagai orang yang dijagokan mujahidin dan ia unggul merobohkan musuhnya sampai mati, yang dengannya membuat semangat pasukan menjadi bergelora. Namun demikian, ia belum lagi mendapatkan jatah tawanan yang bisa jadikan budak yang dimilikinya. Hal itu karena memang ia tidak mendapatkannya, atau ia telah pernah mendapatkannya lalu ia merdekakan…. atau justru Rasûlullâh sengaja tidak memberikan jatah itu kepadanya dengan tujuan-tujuan yang lebih baik untuknya. Sementara jatah Rasûlullâh n sendiri tidak pernah diberikan kepadanya.

Dan kini, kesulitan dan kepayahan mengerjakan pekerjaan rumah tidak bisa dihindari oleh Fathimah, istrinya yang tercinta. , ia menarik alat untuk menyiram tanaman hingga membekas di tangannya, ia menggendong geriba air hingga membekas di lehernya, ia menyapu rumah hingga debu mengotori pakaiannya… (Abu Dawud hadits no.2595). Padahal keberadaan seorang budak yang dimiliki dirumahnya bisa membantunya untuk mengerjakan pekerjaan yang berat dirumahnya layaknya seorang pembantu yang bisa membantu membuatkan adonan roti dan memasakan untuknya, mencari kayubakar, dapat disuruh-suruh untuk suatu keperluan dan kedudukan seorang budak bisa dipekerjakan untuk sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan uang yang dengannya bisa membantu menopang kebutuhan dapurnya. Adapun kedatangan Fathimah sendiri menemui ayahnya sudah dengan sengetahuan dan saran Ali bin Abi Thalib karena iapun merasa kasihan dengan penderitaan Fathimah.

Lalu apakah Rasûlullâh memenuhi permohonan putrinya ini ?... dengarkan kisahnya yang dituturkan sendiri oleh suaminya :

Dari Ali bahwa Fathimah e datang menemui Nabi n mengadukan tangannya yang mengeras karena menggiling. Fathimah pernah mendengar kabar bahwa nabi pernah mendapatkan budak, tetapi ia tidak mendapatkan beliau. Fathimah pun menuturkan hal itu pada Aisyah. Ketika Rasulullah n datang, maka Aisyah pun menuturkannya. Kemudian beliau mendatangi kami yang pada saat itu kami sudah bersiap-siap untuk tidur, maka kami pun segera beranjak. Beliau bersabda: "Tetaplah pada tempat kalian." Beliau datang lalu duduk tepat antara aku dan Fathimah hingga aku merasakan kesejukan kedua kakinya. Dan beliau bersabda: "Maukah aku tunjukkan pada sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Bila kalian hendak beranjak ke tempat tidur, maka bertasbihlah tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali serta bertakbir tiga puluh empat kali. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu." (HR.al-Bukhari 4942).

Subhaanallah,.. Rasûlullâh tidak memenuhi permohonan putrinya sendiri, padahal beliau mampu untuk memenuhinya.. akan tetapi beliau memberikan Solusi Robbaniy, Solusi yang bersifat ke-Tuhanan,.. bersifat ILAAHIY, …dengan cara bersabar dengan apa yang dihadapi dan ditanggung, lalu senantiasa berdzikir kepada ALLÂH yang dengannya ALLÂH akan memberikan kemampuan untuk menjalaninya dan sekaligus iapun mendapatkan pahala dengan kesabarannya dan apa yang dihadapinya.

Rasûlullâh tidak ingin mengistimewakan keluarganya daripada shahabat yang lain, disaat shahabat-shahabatnya menderita kesulitan yang lebih dahsyat. Ahli shuffah yang terdiri dari para shahabat yang faqir, mereka lebih membutuhkan bantuannya. Mereka biasa tinggal di emperan masjid sedang perut mereka kosong karena tidak ada makanan yang dimakan, sedang mereka orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ajaran islam dan menegakkannya. (Ahmad, hadits no.797).

Solusi tidak selalu bersifat real yang bisa dilihat.

Begitulah didikan junjunan kita yang mulia terhadap suatu persoalan yang dihadapi putrinya sekaligus teladan bagi ummatnya. Bagi Orang mukmin tidak selamanya persoalan yang dihadapi harus mendapat solusi yang bersifat real yang bisa dilihat oleh mata dan dirasakan langsung hasilnya seketika itu. Tetapi ada pada persoalan-persoalan tertentu atau bersamaan dengan solusi yang real , ada solusi yang bersifat ROBBANIY. Solusi yang dengannya mendidik hati untuk tetap bersabar dengan mengharap pahala dari ALLÂH atas apa yang dijalaninya.

Sebab kesulitan sendiri bagi orang mukmin akan mendatangkan "poin" baginya disisi ALLÂH, sampai-sampai tidaklah tertusuk duri sekalipun kecuali akan diangkat baginya satu derajat dan di hapuskan darinya satu kesalahan.(Muslim hadits No.4664). Dan ALLÂH menyediakan rumah di surga dengan nama BAITUL-HAMDI yang diperuntukkan bagi orang-orang mukmin yang bersabar dengan musibah yang menimpanya. (at-Tirmidzi hadits no.942).

Tidak masuk akal memang solusi ini, …. bagaimana tidak, orang memerlukan sesosok manusia untuk dijadikan pembantu tapi malah yang diberi hanya do'a dan dzikir. Tetapi begitulah keimanan, dan begitu pula apa yang seharusnya dimiliki oleh orang-orang beriman. Ia senantiasa harus banyak bersabar dengan apa yang dijalani dan dihadapinya dengan tetap mengharap pahala dari ALLÂH, dan tidak semua keinginan itu harus senantiasa dipenuhi, untuk sebuah keperluan yang sangat urgen sekalipun !. Sedang orang-orang kafir akan selalu meminta solusi yang nyata dan langsung. Hal itu karena semua perkara bagi mereka selalu dihitung dengan hitungan materi duniawi belaka, sedang mereka tidak mempunyai harapan pahala akherat. Dan sifat seperti ini tidak mustahil sebagiannya menerpa orang-orang mukmin disebabkan kelemahan imannya.

Disisi lain, bahwa apa yang dikehendaki oleh Rasûlullâh n terhadap putrinya, memberi pelajaran bahwa tidak selayaknya orang-orang mukmin itu berleha-leha dan hidup dengan segala kelapangan, tanpa penderitaan dan kepayahan,.. semua keperluan bisa terpenuhi, dan semua keinginan bisa ditempuh… hidup bermanja-manja dengan kesenangan hidup apalagi kemewahan. Sungguh..,Rasûlullâh tidak menhendaki yang demikian itu.

Beliau mengajarkan kepada putrinya (dan juga kita ummatnya) bagaimana orang mukmin harus bersabar dalam penderitaan memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan Rasûlullâh melewati hari-hari bersama keluarganya dengan kehidupan yang keras, sebagaimana yang diceritakan oleh bunda 'Aisyah bahwa sudah berlalu bulan sabit ke bulan sabit berikutnya, sedang dirumah-rumah keluarga beliau tidak pernah dinyalakan api untuk memasak, ketika ditanya apa yang kalian makan setiap harinya ?. Ia pun menjawab ,"korma dan air". Sementara dilain kesempatan bunda 'Aisyah juga menunjukkan kain kasar yang dipake Nabi Shollallâhu alaihi wasallam, dan kain itulah yang dipake oleh beliau sampai akhir hayatnya.

Dengan latar belakang itulah, imam Nawawi mencantumkan bab khusus tentang "keutamaan lapar dan kehidupan yang keras" dalam kitab Riyadhush-shalihin yang beliau susun, sebagai bahan renungan bagi umat islam untuk mengikuti jejak teladannya, Rasûlullâh n ,…terbiasa dengan kehidupan yang keras nan gigih dan menghindari banyak mengeluh dengan penderitaan yang dialaminya.

Tidak sepatutnya pula bagi orang mukmin untuk mengejar keinginannya dengan berbagai cara, sampai-sampai melakukan yang haram demi untuk memenuhi keinginannya. Betapa banyak manusia telah tergelincir pada dosa ketika dia bersikeras untuk memenuhi keinginannya, atau mencapai apa yang dia kehendaki, jodoh yang tak kunjung datang…. atau lama berumah tangga tapi tak dikaruniai anak,… atau sakit yang tak kunjung sembuh,.. atau kemiskinan yang menjadi-jadi ,… atau cobaan demi cobaan yang kerap menerpanya,.. atau fitnah demi fitnah yang terus menerus diterimanya,.. atau penderitaan yang tak berakhir,.. atau kasus-kasus lainnya. Mereka berputus asa untuk tetap dalam kondisinya, dan bersikeras untuk mengentaskan kesulitannya bahkan dengan cara yang diharamkan sekalipun,.. bahkan akhirnya berputus asa dengan keadaanya.

Padahal jika dia bersabar untuk tetap menghadapi kenyataan itu, dan berharap pahala yang besar disisi ALLÂH, tentu manusia akan merasa bersyukur dengan kesulitan yang dihadapinya dan ketentuan yang ALLÂH tetapkan untuk dirinya. Sebab boleh jadi dengan kesulitan dan kepayahannya itu merupakan "cara" ALLÂH untuk menganugerahkan pahala yang istimewa baginya, dan tidak mesti bahwa setiap sakit itu harus ada kesembuhan… atau kesulitan itu harus ada kelapangan. Akan tetapi semuanya rahasia ALLÂH, dan manusia dituntut untuk bersabar dalam menghadapinya dengan tetap senantiasa menjaga norma-norma agama dengan cara mentaati-Nya dalam berbagai kondisinya.

Cukuplah contoh perkara ini seperti apa yang pernah terjadi atas Ummu zufar, seorang wanita shahabiyah yang sakit ayan dan mengadukan keluhannya kepada Rasûlullâh n .Akan tetapi akhirnya dia memilih bersabar dengan sakitnya, ketika mengetahui bahwa didalam sakitnya itu ada surga yang dijanjikan ALLÂH untuknya.

Dari Ibnu Abbas berkata, "Maukah aku tunjukkan kepadamu seorang wanita dari penduduk surga?" jawabku (Atha bin abu robah); "Tentu."…. Dia berkata; "Wanita berkulit hitam ini, dia pernah menemui Nabi n sambil berkata; "Sesungguhnya aku menderita epilepsi dan auratku sering tersingkap (ketika sedang kambuh), maka berdoalah kepada Allah untukku." Beliau bersabda: "Jika kamu mau, bersabarlah maka bagimu surga, …dan jika kamu mau, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu." Ia berkata; "Baiklah, aku akan bersabar." Wanita itu berkata lagi; "Namun berdoalah kepada Allah agar (auratku) tidak tersingkap." Maka beliau mendoakan untuknya." Atha berkata, bahwa dia pernah melihat Ummu Zufar adalah wanita tersebut, ia adalah wanita berpawakan tinggi, berkulit hitam sedang berada di tirai Ka'bah." (HR. al-Bukhari 5220).

Dan kepada ALLÂH kita memohon Taufiq dan Hidayah-Nya.

Wallahu a'lam.

Share this article :

2 komentar:

alhamdulillah, semoga blog ini tetap eksis dan bermanfaat untuk ummat, bagi izzul Islam walmuslimin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Al-ghuraba - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template